Pendidikan
secara umum dapat dimengerti sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak dan budi mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pada intinya pendidikan adalah suatu proses yang
disadari untuk mengembangkan potensi individu sehingga memiliki kecerdasan
pikir, emosional, berwatak dan berketerampilan untuk siap hidup ditengah-tengah
masyarakat.
Pendidik adalah
satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam
usaha membentuk sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Oleh
karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus
berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional,
sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Dalam arti khusus
dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa
para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.
Peserta didik
merupakan salah satu komponen terpenting dalam pendidikan. Tanpa anak didik,
proses kependidikan tidak akan terlaksana. Oleh karena itu pengertian tentang
peserta didik dirasa perlu diketahui dan dipahami secara mendalam oleh seluruh
pihak. Sehingga dalam proses pendidikannya nanti tidak akan terjadi
kemelencengan yang terlalu jauh dengan tujuan pendidikan yang direncanakan.
Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum
dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan.
A. Persyaratan
Seorang Pendidik (Guru)
Untuk dapat melakukan peran dan melaksanakan tugas
serta tanggung jawabnya, maka untuk menjadi seorang pendidik harus memenuhi
beberapa persyaratan. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1. Persyaratan
Administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi:
berkewarganegaraan yang baik (Indonesia), umur minimal 18 tahun, mengajukan
permohonan. Selain itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan
sesuai dengan kebijakan yang ada.
2. Persyaratan
teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal.
Yakni harus berijazah pendidikan guru. Kemudian persyaratan yang lain adalah
menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta
mempunyai motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.
3. Persyaratan
psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis,
antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu
mengendalikan emosi, sabar, ramah, dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan,
konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkoeban dan memiliki jiwa
pengabdian. Pendidik dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tetapi
juga memiliki pandangan yang mendasar dan filosofi. Pendidik harus mematuhi
norma yang berlaku serta memiliki semangat yang membangun.
4. Persyaratan
fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi: berbadan
sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya. Dalam
persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk
bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selalu
dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para peserta didik.
Sesuai dengan tugas profesionalnya, maka sifat dan
persyaratan tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum
yang lebih luas, yakni pendidik harus: memiliki kemampuan professional,
memiliki kapasitas intelektual, memiliki sifat edukasi sosial.
Ketiga syarat kemampuan tersebut diharapkan telah
dimiliki oleh setiap pendidik, sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai
pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin di masyarakat
B. Peranan Seorang
Pendidik (Guru)
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pendidik dan
pembimbing, maka diperlukan adanya berbagi peranan pada diri guru. Peranan guru
ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam
berbagai interaksinya baik dengan siswa (yang terutama) , sesama guru, maupun dengan
staf yang lain.
Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar, secara
singkat dapat disebutkan sebagai berikut.
1. Sebagai
Informator
Sebagai pelaksana cara mengajar informatif,
laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun
umum.
2. Sebagai
Organisator
Pendidik sebagai organisator, pengelola kegiatan
akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen yang
berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian
rupa, sehingga dapat mencapai efektifitas dan efesiensi dalam belajar pada diri
siswa.
3. Sebagai
Motivator
Peran pendidik sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka
meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. pendidik harus
dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk
mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
(kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika dalam proses belajar mengajar.
4. Sebagai
Pengarah/Direktor
Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih
menonjol. Pendidik dalam hal ini harus membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, guru harus juga
“handayani”.
5. Sebagai
Inisiator
Pendidik dalam hal ini sebagi pensetus ide-ide
dalam proses balajar. Sudah barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif
yang dapat dicontoh oleh anak didiknya. Jadi termasuk pula dalam lingkup
semboyan “ing ngarso sungtulodo”.
6. Sebagai
Transmitter
Dalam kegiatan
belajar guru juga akan bertindak selaku penyabar kebijaksanaan pendidikan dan
pengetahuan.
7. Sebagai
Fasilitator
Berperan sebagai
fasilitator, guru mamberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses
belajar-mengajar, misalnya dengan menciptakan menciptakan suasana kegiatan
belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga
interaksi belajar-mengajar berangsung secara efektif. Hal ini bergayut dengan
semboyan “Tut Wuri Handayani”.
8. Sebagai Mediator
Pendidik sebagai
mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kefiatan belajar siswa.
Misalnya memberikan lajan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa.
Megiator juga diartikan penyedia media. Bagaimana cara memakai dan
mengorganisasikan penggunaan media.
9. Sebagai
Evaluator
Evaluator yang
dimaksud adalah evaluasi yang mencangkup pola evaluasi intrinsic. Untuk ini
guru harus hati-hati dalam menjatuhkan nilai atau kriteria keberhasilan
C. Peserta Didik Atau
Anak Didik
Paradigma di atas menjelaskan bahwasanya peserta didik
merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain
(pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang
dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.
Menurut Samsul Nizar (2002) beberapa hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu :
Menurut Samsul Nizar (2002) beberapa hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu :
1.
Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki
dunia sendiri.
2.
Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi
perkembangan dan pertumbuhan.
3.
Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut
kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4.
Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual.
5.
Peserta didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6.
Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
D. Kedudukan pendidik dan peserta didik di dalam
pembelajaran
Dalam
undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat 1 bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia sera keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa
tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut ayat 6
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan
Seorang
pendidik dalam kegiatan pembelajaran selalu berusaha memberi nilai-nilai
positif baik berupa sikap, cara penyampaian materi, metode, serta penampilan
yang baik. Kesemuanya bertujuan supaya peserta didik merasa nyaman dan menilai
gurunya sebagai orang yang berwibawa. Oleh karena itu pendidik haruslah
memiliki kelebihan yang lebih tinggi dari pada anak didiknya. Sebaliknya, dalam
pembelajaran seorang peserta didik juga harus menonjolkan sikap
hormat terhadap pendidiknya. Ia harus menempatkan dirinya lebih sederhana
ketimbang pendidiknya. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi seorang
anak didik untuk selalu berlaku sopan terhadap pendidiknya.
E. Pandangan ibnu khaldun
terhadap anak didik.
Kita sepakat bahwa untuk dapat membangun peradaban
yang tinggi harus dimulai dengan memajukan pendidikan terlebih dahulu. Oleh
karena itu maju tidaknya suatu negara ditentukan oleh tingkat kualitas
pendidikan di dalamnya. Semakin bagus mutu / kualitas pendidikan suatu negara
maka semakin maju peradaban yang dibangunnya. Peserta didik sebagai salah satu
komponen pendidikan di dalamnya merupakan salah satu faktor terpenting dalam
terlaksananya proses pendidikan. Selain sebagai objek manusia juga sebagai
subjek dalam pendidikan, sehingga kedudukannya dalam proses kependidikan
menempati posisi urgen sebagai syarat terjadinya proses pendidikan. Berangkat
dari urgensitas pendidikan dalam membangun sebuah peradaban, maka banyak para
kaum intelektual yang mencoba mengkajinya lebih dalam sampai keakar
permasalahannya.
Ibn Khaldun, seseorang yang terkenal sebagai
sejarawan, sosiolog, dan juga antropolog, mencoba mengemukakan gagasan
pemikirannya mengenai anak didik, yang dalam hal ini peserta didik menduduki
objek sekaligus subjek dalam pendidikan. Menurut Husayn Ahmad Amin (1995),
dengan latar belakang seorang sosiolog, maka dalam bebagai kajiannya Ibn
Khaldun bersandar sepenuhnya kepada pengamatan terhadap fenomena sosial dalam
berbagai bangsa yang di dalamnya dia hidup.
Begitu pula dalam pemikirannya mengenai peserta didik,
ia mengaitkannya dengan aspek sosial yaitu hubungan peserta didik dengan
lingkungan dan masyarakat disekitarnya.
Lebih lanjut diterangkan, Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog dan antropolog.
Lebih lanjut diterangkan, Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog dan antropolog.
Menurutnya, keberadaan masyarakat sangat penting untuk
kehidupan manusia, karena sesungguhnya manusia memiliki watak bermasyarakat.
Ini merupakan wujud implementasi dari kedudukan
manusia sebagai makhluk sosial, yang secara harfiahnya selalu membutuhkan orang
lain dalam hidupnya. Salah satu contoh yaitu dengan adanya oganisasi
kemasyarakatan.
Melalui organisasi kemasyarakatan tersebut manusia
juga dapat belajar bagaimana seharusnya menjadi orang yang dapat diterima oleh
lingkungannya. Dengan demikian maka secara tidak langsung manusia lambat laun
akan menemukan watak serta kepribadiannya sendiri.
Manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi, lingkungan sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu, lingkungan sosial merupakan pemegang tanggungjawab dan sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia. Hal ini memberikan arti, bahwa pendidikan menempati posisi sentral dalam rangka membentuk manusia ideal yang diinginkan.
Pendidikan sebagai suatu upaya dalam membentuk manusia ideal, mencoba mengajarkan dan mengajak manusia untuk berpikir mengenai segala sesuatu yang ada di muka bumi, sehingga hasrat ingin tahunya dapat terpenuhi.
Manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi, lingkungan sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu, lingkungan sosial merupakan pemegang tanggungjawab dan sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia. Hal ini memberikan arti, bahwa pendidikan menempati posisi sentral dalam rangka membentuk manusia ideal yang diinginkan.
Pendidikan sebagai suatu upaya dalam membentuk manusia ideal, mencoba mengajarkan dan mengajak manusia untuk berpikir mengenai segala sesuatu yang ada di muka bumi, sehingga hasrat ingin tahunya dapat terpenuhi.
Ibn Khaldun memandang manusia sebagai makhluk yang
berbeda dengan berbagai makhluk lainnya. Manusia, kata Ibn Khaldun adalah
makhluk berpikir. Oleh karena itu ia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan
teknologi. Dan hal itu sebagai bukti bahwa manusia memang memiliki tingkatan
berpikir yang lebih tinggi dibanding dengan makhluk lainnya.
Disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong
dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, manusia juga memiliki sikap
sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat yang
antara satu dengan yang lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia yang
demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Ilmu yang demikian
mesti diperoleh dari orang lain yang telah lebih dahulu mengetahuinya. Mereka
itulah yang kemudian disebut guru. Agar tercapai proses pencapaian ilmu yang
demikian itu, maka perlu diselenggarakan kegiatan pendidikan.
Pada bagian lain, Ibn Khaldun berpendapat bahwa dalam
proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping harus
sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya, dalam mencapai
pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya menumbuhkan
ketekunan, tetapi juga bakat. Berhasilnya suatu keahlian dalam satu bidang ilmu
atau disiplin memerlukan pengajaran.
Dalam Al Qur`an sendiri manusia terdiri dari materi
(jasad) dan immateri (ruh, jiwa, akal, qalb). Jika dihubungkan dengan
pendidikan, maka manusia yang diberi pendidikan itu adalah jiwa dan akalnya.
Pendidikan pada manusia adalah suatu proses pengembangan potensi jiwa dan akal
yang tumbuh secara wajar dan seimbang, dalam masyarakat yang berkebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Didaktik Metodik Kurikulum
IKIP Surabaya, Team. 1993. Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum Proses
Belajar Mengajar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Hamalik, Oemar. 2005. Proses
Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sardiman, A. M. 2005. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudiana, Nana. 2005. Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Amin, Husyain Ahmad.
Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1995Madjidi, Busyairi, H. Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim. Yogyakarta: Al Amin Press. 1997
Nata, Abudin, H. Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997
Nizar, Syamsul, H. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis) Jakarta: Ciputat Pers. 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar