Selasa, 02 Juli 2013

KUMPULAN LAPORAN PEMANTAPAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU PGSD-(S1)


DIBAWAH INI KUMPULAN JUDUL LAPORAN
PEMANTAPAN KEMAMPUAN PROFESIONAL(PKP) GURU PGSD-(S1)
jika anda ingin memiliki Skripsinya Lengkap
(dari bab awal sampai akhir termasuk daftpstka,tabel-tabel & gambr)
dengan Judul Dibawah ini dlm format(Ms.Word)
Silahkanhub.08563056386(eko)(SMS aja)
anda hanya mengganti ongkos pengetikan MURAH(100rb/judul)
pembayaran melalui transfer antar BANK, pengriman via email.
Caranya berkas akan kirim duluan via email anda tetapi berpassword, setelah anda melakukan pembanyaran, maka password akan dikirim via sms ke no.hp anda.

(UNTUK CONTOH JUDUL-JUDUL YANG LAIN  DISINI)

 1. PENGGUNAAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENJELASKAN HUBUNGAN ANTARA KEADAAN AWAN DAN CUACA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS III SDN BLABAN IV

2. PENGGUNAAN METODE SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMAHAMI KEGIATAN JUAL BELI PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS III SDN BLABAN IV

3. UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMBANDINGKAN DUA PECAHAN MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI GAMBAR SISWA KELAS V SDN TAMPOJUNG GUWA

4. UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMPELAJARI BENTUK-BENTUK KEPUTUSAN BERSAMA MATA PELAJARAN PKN MELALUI METODE DISKUSI DAN BERMAIN PERAN SISWA KELAS V SDN TAMPOJUNG GUWA

5. MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA KOMPETENSI DASAR MENGENAL SEJARAH UANG MELALUI METODE DISKUSI UNTUK PELAJARAN IPS KELAS III SDN POTOAN DAYA I KECAMATAN PELENGAAN KABUPATEN PAMEKASAN

6. PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM KOMPETENSI DASAR MENGIDENTIFIKASI BERBAGAI JENIS DAN BESAR SUDUT MELALUI METODE PENUGASAN DI KELAS III SDN POTOAN DAYA I KECAMATAN PALENGAAN KABUPATEN PAMEKASAN

7. UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA DALAM MEMBACA TEKS MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SISWA KELAS IV SDN POTOAN DAYA I KECAMATAN PALENGAAN KABUPATEN PAMEKASAN

8. UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH OPERASI HITUNG CAMPURAN MELALUI METODE PEMBERIAN TUGAS SISWA KELAS IV SDN POTOAN DAYA I KECAMATAN PALENGAAN KABUPATEN PAMEKASAN

9. PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA MAGNET DENGAN METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS V SDN PADEMAWU BARAT II KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

10. PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI ORGANISASI DI SEKOLAH MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK KECIL DI SDN PADEMAWU BARAT II KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

11. PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PADA MATERI PECAHAN SEDERHANA DENGAN METODE PEMBERIAN TUGAS SISWA KELAS III SDN AMBAT I KECAMATAN TLANAKAN KABUPATEN PAMEKASAN

12. PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GRAFIS DI KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI AMBAT I KECAMATAN TLANAKAN KABUPATEN PAMEKASAN

13. UPAYA MENINGKATKAN MOTIFASI DAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG ENERGI DALAM MATA PELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS III SDN DUKO TIMUR II KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN

14. PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN SEDERHANA SISWA KELAS III SDN DUKO TIMUR II KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN

15.PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN
MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MENELADANI NILAI-NILAI JUANG PARA TOKOH YANG BERPERAN DALAM
PERUMUSAN PANCASILA DI KELAS VI SDN JUNGKARANG I
KECAMATAN JRENGIK KABUPATEN SAMPANG

16.PENGGUNAAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN
MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MENGHITUNG LUAS BANGUN DATAR PADA SISWA
DI KELAS VI SDN JUNGKARANG I KECAMATAN JRENGIK KABUPATEN SAMPANG

17. PENGGUNAAN ALAT PERAGA BANGUN DATAR DALAM  MENINGKATKAN HASIL BELAJAR  PADA SISWA KELAS V SD NEGERI NO 04 KECAMATAN PINANG BELAPIS KABUPATEN LEBONG

18. PENGGUNAAN METODE KARYA WISATA DAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING (CTL) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DALAM PELAJARAN IPA
PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 2 BABAKTULUNG
 KECAMATAN SARANG KABUPATEN REMBANG

19. PENGGUNAAN METODE DISKUSI & MEDIA CETAK DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DALAM
PELAJARAN BAHASA INDONESIA
PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 2 BABAKTULUNG
 KECAMATAN SARANG KABUPATEN REMBANG

20. UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PECAHAN SEDERHANA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE PENUGASAN SISWA KELAS III SDN PONJANAN BARAT I KECAMATAN BATUMARMAR KABUPATEN PAMEKASAN

  

DIBAWAH INI CONTOH SEBAGIAN STRUKTUR PENULISAN DAN KELENGKAPAN BERKASNYA :

LAPORAN PEMANTAPAN KEMAMPUAN PROFESIONAL

PENGGUNAAN METODE SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMAHAMI KEGIATAN JUAL BELI PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS III SDN BLABAN IV

UNIVERSITAS TERBUKA

ABSTRAK

Surkiyatun, 2010. “Penggunaan Metode Simulasi untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Kegiatan Jual Beli pada Mata Pelajaran IPS Kelas III SDN Blaban IV”.

Kata Kunci : Simulasi, peningkatan, kemampuan.

Proses belajar mengajar di SDN Blaban IV Kabupaten Pamekasan dalam menyajikan pelajaran menemui beberapa kendala, sarana dan prasarana yang memadai dalam upaya meningkatkan kreasi dan minat siswa dalam mata pelajaran IPS belum dicapai maksimal. Dari hasil ulangan harian yang dicapai siswa kelas III untuk materi “Memahami kegiatan jual beli” masih menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan. Dari 17 orang siswa, hanya 8 orang (47%) yang berhasil mencapai nilai minimal 65, dan sebanyak 9 orang (53%) masih belum tuntas.

Dari hasil refleksi awal terhadap masalah di atas, peneliti sebagai guru kelas III bersama teman sejawat guru sepakat bahwa untuk meningkatkan penguasaan siswa tentang materi Memahami kegiatan jual beli, diperlukan metode pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar yaitu berupa simulai tukar menukar uang untuk peningkatan penguasaan materi pelajaran. Hal ini dipandang penting, karena salah satu karakteristik belajar siswa SD adalah belajar sambil bermain (learning by playing).

Masalahnya adalah bagaimana penggunaan metode simulasi dapat meningkatkan pemahaman konsep IPS pada siswa kelas III SDN Blaban IV Kabupaten Pamekasan.

Berdasarkan hasil perbaikan pembelajaran pada siklus II seperti telah dikemukakan di atas, didapatkan rata-rata nilai siswa 76,76 dan jumlah siswa yang tuntas belajarnya adalah 15 siswa sehingga hanya 2 siswa yang belum tuntas belajarnya. Dari jumlah yang tuntas belajar tersebut didapatkan ketuntasan 88,23%. Hal ini berarti ketuntasan klasikal sudah tercapai. Karena dikatakan tuntas belajar jika di kelas tersebut telah terdapat lebih dari 80% siswa tuntas belajar

Berdasarkan temuan di atas, penggunaan metode demonstrasi dalam pembelajaran tentang proses terjadinya siang dan malam mampu meningkatkan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa kelas III SDN Blaban IV Kabupaten Pamekasan.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ii

SURAT PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI .. v

DAFTAR TABEL vi

ABSTRAK vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Hakekat IPS 5

B. Belajar IPS 6

C. Metode Simulasi dalam Pembelajaran IPS di SD 7

BAB III PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek Penelitian 11

B. Deskripsi Per Siklus 11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Per Siklus 16

B. Pembahasan Dari Setiap Siklus 24

BAB V PENUTUP 27

A. Kesimpulan 27

B. Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Hasil Tes Akhir pada Perbaikan Pembelajaran Siklus I 14

Tabel 2 Respon Siswa Terhadap Perbaikan Pembelajaran Siklus I 15

Tabel 3 Hasil Tes Akhir pada Perbaikan Pembelajaran Siklus II 16

Tabel 4 Respon Siswa Terhadap Perbaikan Pembelajaran Siklus II 18

Pak Eko
Jl.KH.Agussalim V
Pamekasan-JATIM 69314
Hp.08563056386
Pengiriman :
1. Melalui Email Anda

Konsep Pendidikan Seumur Hidup & Berbagai Implikasi

A.    Pendahuluan
Di dalam GBHN 1978 dinyatakan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyrakat dan pemeritah.1
Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia diharapkan supaya selalu berkembang sepanjang hidup, dan di lain pihak masyarakat dan pemerintah diharapkan agar dapat menciptakan situasi yang menantang unuk belajar. Prinsip ini berarti, maka sekolah bukanlah satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar, melainkan hanya sebagian dari waktu belajar yang akan berlangsung seumur hidup.

B.     Pembahasan
Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan suatu asas bahwa pendidikan adalah suatu proses yang terus-menerus (kontinu) dari bayi sampai meninggal dunia. 
Adapun tujuan untuk pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup ialah :
1.      Mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin. Dengan demikian secara potensial keseluruhan potensi manusia diisi kebutuhannya agar berkembang sewajarnya.

1Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan  (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 63.
2Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hal. 40.
3Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 2003), hal. 139-140.

2.      Dengan mengingat proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia bersifat hidup dan dinamis, maka pendidikan wajar berlangsung selama manusia hidup.3
Ada bermacam-macam dasar pemikiran yang menyatakan bahwa pendidikan seumur hidup sangat penting
Dasar pemikiran tersebut ditinjau dari beberapa segi, antara lain :
1.      Ideologis
Semua manusia dilahirkan sama dan mempunyai hak yang sama, khususnya hak untuk mendapat pendidikan dan peningkatan pengetahuan serta keterampilan. Pendidikan seumur hidup akan memungkinkan tiap-tiap individu  mengembangkan potensi-potensinya sesuai dengan kebutuhan hidupnya.4
Menjadi kewajiban bagi pengusaha atau tokoh-tokoh pemuka masyarakat menyelamatkan rakyat dari bahaya kebodohan dan kemelaratan.

2.      Ekonomis
Salah satu cara keluar dari lingkaran setan antara kebodohan dan kemelaratan  ialah dengan pendidikan seumur hidup.  Salah satunya dengan cara meningkatkan produtivitasnya.5

4Soelaiman Joesoef dan Slamet Santoso, Pendidikan Luar Sekolah (Surabaya:  Usaha Nasional, 1981), hal. 23.
5Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 236.
6Fuad Ihsan, loc. cit.
7Ibid., hal. 236-237.
3.      Sosiologis
Para orang tua di negara berkembang kerap kurang menyadari pentingnya pendidikan sekolah bagi anak-anaknya. Karena itu, anak-anak mereka sering merasa kurang mendapatkan pendidikan sekolah, putus sekolah atau tidak bersekolah sama sekali. Dengan demikian, pendidikan seumur hidup bagi orang tua merupakan pemecahan atas masalah tersebut.6

4.      Politis
Negara kita adalah negara demokrasi di mana seluruh warga negara wajib menyadari hak dan kewajibannya di samping memahami fungsi pemerintah. Maka tugas pendidikan seumur hidup berfungsi sebagai pendidikan kewarganegaraan perlu diberikan setiap warga negara.

5.      Teknologis
Dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi para pemimpin, teknisi, guru dan sarjna dari berbagai disiplin ilmu harus senantiasa menyesuaikan perkembangan ilmu dan teknologi terus menerus untuk menambah cakrawala pengetahuannya di samping keterampilannya.
6.   Psikologis dan Pedagogis
Tidak ayal lagi bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh besar terhadap pendidikan khususnya konsep dn tekhnik penyampaian. Oleh karena perkembangan ilmu dan teknologi makin luas dan komplek maka tidak mungkin segala itu dapat diajarkan kepada anak di sekolah.
Maka dewasa ini tugas pendidikan formal yang utama ialah bagaimana mengajar cara belajar, menanamkan motivasi dan memberi keterampilan. Untuk itu semua peril diciptakan kondisi yang merupakan life long education.8

Implikasi Konsep Pendidikan seumur hidup
Sebagai satu kebijakan yang mendasar dalam memandang hakikat pendidikan manusia dapat kita jelaskan segi implikasi  sebagai berikut :
       a.       Pengetian
Implikasi ialah akibat langsung atau konsikuensi dari suatu keputusan. Jadi sesuatu yang  merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau keputusan.

       b.      Segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seumur hidup, yakni :
             1.      Manusia sebagai subyek didik atau sasaran didik
             2.      Proses berlangsungnya pendidikan yakni waktunya seumur hidup manusia.
      c.       Isi yang dididikan
Dengan mengingat potensi-potensi manusia, maka dapatlah dikembangkan dengan membina dan mengembangkan sikap hidup, yaitu :
8Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, op.cit., hal 237

1. Potensi jasmani dan panca indra, yaitu dengan mengembangkan sikap hidup. Seperti memelihara gizi makanan dan olah raga teratur.
2.    Potensi rasional atau potensi pikir, dengan mengembangkan kecerdasan dan mengembangkan daya pikir yang kritis.
3.   Potensi perasaan dikembangkan dengan perasaan yang peka dan halus dalam segi moral dan kemanusian.
4.    Potensi karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan rajin belajar, termasuk juga hemat dan hidup sederhana.
5.      Potensi cipta dengan mengembangkan daya kreasi dan imajinasi.
6.    Potensi karya, misalnya gagsan yang baik tidak cukup dilontarkan, tetapi kita berkewajiban   merintis penerapannya.
7.      Potensi budi-nurani merupakan kesadaran Ketuhanan dan keagamaan.9
1.      Implikasi pada program-program pendidikan
a.       Pendidikan baca tulis
Pengetahuan-pengetahuan baru didapat diperolah terutama melalui bacaan. Bagi anak didik secara fungsional diberikan kecakapan membaca, menulis dan berhitung. Untuk diberikan/disediakan bacaan.
93Tim Dosen FIP-IKIP Malang, op.cit., hal. 142-143.
10Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, op.cit., hal. 237-238.
11Hasbullah, op. cit., hal. 72

b.      Pendidikan kejuruan
Dengan majunya teknologi dan inustrialisasi maka pendidikan kejuruan itu tidak boleh dipandang sekali jadi dan selesai. Program pendidikan yang bersikap remedial dan para lulusan sekolah itu menjadi tenaga terampil dan produktif harus terus meneus menyesuaikan kemajuan teknologi.10
c.       Pendidikan profesional
Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup, dalam tiap-tiap profesi hendaknya telah tercipta built in mechanisme yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai kemajuan dan perubahan metodologi, perlengkapan dan sikap profesionalnya.11
d.      Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan
Pendidikan bagi anggota masyarakat dari berbagi golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan pembangunan merupakan konsekuensi penting daripada asas pendidikan seumur hidup atau pendidikan terus-menerus.
e.       Pendidikan kewarganegaraan negara dan kedewasaan politik.12
Dalam pemerintahan dan masyarakat yang demokratis, maka kedewasaan warga negara dan para pemimpinnya dalam kehidupan negara sangat penting. Untuk itu pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik itu merupakan bagian yang penting dari pendidikan seumur hidup.
f.       Pendidikan kultural dan pengisian waktu luang
Seseorang yang disebut “educated man” harus memahami dan menghargai sejarah, kesusastraan, agama, filsafat hidup, seni dan musik bangsa sendiri. Pengetahuan tersebut di samping memperkaya khasanah hidupnya, juga memungkinkan untuk mengisi waktu luangnya yang lebih menyenangkan.13
2.      Implikasi pada sasaran pendidikan
Adapun mengenai implikai pendidikan seumur hidup ini pada sasaran pendidikan, Ananda W.P. Guruge mengklasifikasikannya dalam enam kategori. Masing-masing dengan prioritas programnya, yakni para buruh dan petani, remaja putus sekolah, pekerja yang berketerampilan, teknisi dan profesionalis, pemimpin masyarakat dan golongan masyarakat yang sudah tua.14
12Fuad Ihsan, op.cit., hal. 50.
13Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, op.cit., hal. 238-239.14Fuad Ihsan, op.cit., hal. 51-54.
C.    Kesimpulan
Pendidikan seumur hidup atau life long education merupakan suatu proses pendidikan yang terus-menerus (kontinu) dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat dari bayi sampai meninggal dunia. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama.
Pendidikan seumur hidup memiliki implikasi, yaitu pada program-program pendidikan yang meliputi: pendidikan baca tulis, kejuruan, professional, ke arah perubahan dan pembangunan, kewarganegaraan negara dan kedewasaan politik, serta kultural dan pengisian waktu luang. Dan sasaran pendidikan.meliputi: para buruh dan petani, remaja putus sekolah, pekerja yang berketerampilan, teknisi dan profesionalis, pemimpin masyarakat dan golongan masyarakat yang sudah tua.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah. 2001. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan.  Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Fuad Ihsan, Drs. H. 2003. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Tim Dosen FIP-IKIP Malang. 2003. Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Soelaiman Joesoef, Drs., Slamet Santoso, Drs. 1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya:  Usaha Nasional.

Abu Ahmadi, Drs. H., Nur Uhbiyati, Dra. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Semester 1



Pendidikan secara umum dapat dimengerti sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak dan budi mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada intinya pendidikan adalah suatu proses yang disadari untuk mengembangkan potensi individu sehingga memiliki kecerdasan pikir, emosional, berwatak dan berketerampilan untuk siap hidup ditengah-tengah masyarakat.
Pendidik adalah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha membentuk sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga professional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Dalam arti khusus dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.
Peserta didik merupakan salah satu komponen terpenting dalam pendidikan. Tanpa anak didik, proses kependidikan tidak akan terlaksana. Oleh karena itu pengertian tentang peserta didik dirasa perlu diketahui dan dipahami secara mendalam oleh seluruh pihak. Sehingga dalam proses pendidikannya nanti tidak akan terjadi kemelencengan yang terlalu jauh dengan tujuan pendidikan yang direncanakan. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
A.    Persyaratan Seorang Pendidik (Guru)
Untuk dapat melakukan peran dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, maka untuk menjadi seorang pendidik harus memenuhi beberapa persyaratan. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1.      Persyaratan Administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi: berkewarganegaraan yang baik (Indonesia), umur minimal 18 tahun, mengajukan permohonan. Selain itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan yang ada.
2.      Persyaratan teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal. Yakni harus berijazah pendidikan guru. Kemudian persyaratan yang lain adalah menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta mempunyai motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.
3.      Persyaratan psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah, dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkoeban dan memiliki jiwa pengabdian. Pendidik dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tetapi juga memiliki pandangan yang mendasar dan filosofi. Pendidik harus mematuhi norma yang berlaku serta memiliki semangat yang membangun.
      4.   Persyaratan fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para peserta didik.
Sesuai dengan tugas profesionalnya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum yang lebih luas, yakni pendidik harus: memiliki kemampuan professional, memiliki kapasitas intelektual, memiliki sifat edukasi sosial.
Ketiga syarat kemampuan tersebut diharapkan telah dimiliki oleh setiap pendidik, sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin di masyarakat
   B.   Peranan Seorang Pendidik (Guru)
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagi peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya baik dengan siswa (yang terutama) , sesama guru, maupun dengan staf yang lain.
Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut.
1.      Sebagai Informator
Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
 2.  Sebagai Organisator
Pendidik sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektifitas dan efesiensi dalam belajar pada diri siswa.
3.  Sebagai Motivator
Peran pendidik sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. pendidik harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika dalam proses belajar mengajar.
4. Sebagai Pengarah/Direktor
Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Pendidik dalam hal ini harus membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, guru harus juga “handayani”.
 5.  Sebagai Inisiator
Pendidik  dalam hal ini sebagi pensetus ide-ide dalam proses balajar. Sudah barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya. Jadi termasuk pula dalam lingkup semboyan “ing ngarso sungtulodo”.
            6.   Sebagai Transmitter
Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyabar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
   7.  Sebagai Fasilitator
Berperan sebagai fasilitator, guru mamberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar, misalnya dengan menciptakan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar-mengajar berangsung secara efektif. Hal ini bergayut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”.
8.      Sebagai Mediator
Pendidik  sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kefiatan belajar siswa. Misalnya memberikan lajan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa. Megiator juga diartikan penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasikan penggunaan media.
9.      Sebagai Evaluator
Evaluator yang dimaksud adalah evaluasi yang mencangkup pola evaluasi intrinsic. Untuk ini guru harus hati-hati dalam menjatuhkan nilai atau kriteria keberhasilan
C.     Peserta Didik Atau Anak Didik
Paradigma di atas menjelaskan bahwasanya peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.
Menurut Samsul Nizar (2002) beberapa hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu :
1.     Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia sendiri.
2.     Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi perkembangan dan pertumbuhan.
3.     Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4.     Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual.
5.     Peserta didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6.     Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
D.   Kedudukan pendidik dan peserta didik di dalam pembelajaran
            Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 ayat 1 bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia sera keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
            Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut ayat 6 Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan
            Seorang pendidik dalam kegiatan pembelajaran selalu berusaha memberi nilai-nilai positif baik berupa sikap, cara penyampaian materi, metode, serta penampilan yang baik. Kesemuanya bertujuan supaya peserta didik merasa nyaman dan menilai gurunya sebagai orang yang berwibawa. Oleh karena itu pendidik haruslah memiliki kelebihan yang lebih tinggi dari pada anak didiknya. Sebaliknya, dalam pembelajaran seorang peserta didik juga harus menonjolkan  sikap hormat terhadap pendidiknya. Ia harus menempatkan dirinya lebih sederhana ketimbang pendidiknya. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi seorang anak didik untuk selalu berlaku sopan terhadap pendidiknya.
E.    Pandangan ibnu khaldun terhadap anak didik.
Kita sepakat bahwa untuk dapat membangun peradaban yang tinggi harus dimulai dengan memajukan pendidikan terlebih dahulu. Oleh karena itu maju tidaknya suatu negara ditentukan oleh tingkat kualitas pendidikan di dalamnya. Semakin bagus mutu / kualitas pendidikan suatu negara maka semakin maju peradaban yang dibangunnya. Peserta didik sebagai salah satu komponen pendidikan di dalamnya merupakan salah satu faktor terpenting dalam terlaksananya proses pendidikan. Selain sebagai objek manusia juga sebagai subjek dalam pendidikan, sehingga kedudukannya dalam proses kependidikan menempati posisi urgen sebagai syarat terjadinya proses pendidikan. Berangkat dari urgensitas pendidikan dalam membangun sebuah peradaban, maka banyak para kaum intelektual yang mencoba mengkajinya lebih dalam sampai keakar permasalahannya.
Ibn Khaldun, seseorang yang terkenal sebagai sejarawan, sosiolog, dan juga antropolog, mencoba mengemukakan gagasan pemikirannya mengenai anak didik, yang dalam hal ini peserta didik menduduki objek sekaligus subjek dalam pendidikan. Menurut Husayn Ahmad Amin (1995), dengan latar belakang seorang sosiolog, maka dalam bebagai kajiannya Ibn Khaldun bersandar sepenuhnya kepada pengamatan terhadap fenomena sosial dalam berbagai bangsa yang di dalamnya dia hidup.
Begitu pula dalam pemikirannya mengenai peserta didik, ia mengaitkannya dengan aspek sosial yaitu hubungan peserta didik dengan lingkungan dan masyarakat disekitarnya.
Lebih lanjut diterangkan, Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog dan antropolog.
Menurutnya, keberadaan masyarakat sangat penting untuk kehidupan manusia, karena sesungguhnya manusia memiliki watak bermasyarakat.
Ini merupakan wujud implementasi dari kedudukan manusia sebagai makhluk sosial, yang secara harfiahnya selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Salah satu contoh yaitu dengan adanya oganisasi kemasyarakatan.
Melalui organisasi kemasyarakatan tersebut manusia juga dapat belajar bagaimana seharusnya menjadi orang yang dapat diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian maka secara tidak langsung manusia lambat laun akan menemukan watak serta kepribadiannya sendiri.
Manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi, lingkungan sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu, lingkungan sosial merupakan pemegang tanggungjawab dan sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia. Hal ini memberikan arti, bahwa pendidikan menempati posisi sentral dalam rangka membentuk manusia ideal yang diinginkan.
Pendidikan sebagai suatu upaya dalam membentuk manusia ideal, mencoba mengajarkan dan mengajak manusia untuk berpikir mengenai segala sesuatu yang ada di muka bumi, sehingga hasrat ingin tahunya dapat terpenuhi.
Ibn Khaldun memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan berbagai makhluk lainnya. Manusia, kata Ibn Khaldun adalah makhluk berpikir. Oleh karena itu ia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan teknologi. Dan hal itu sebagai bukti bahwa manusia memang memiliki tingkatan berpikir yang lebih tinggi dibanding dengan makhluk lainnya.
Disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, manusia juga memiliki sikap sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat yang antara satu dengan yang lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia yang demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain yang telah lebih dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian disebut guru. Agar tercapai proses pencapaian ilmu yang demikian itu, maka perlu diselenggarakan kegiatan pendidikan.
Pada bagian lain, Ibn Khaldun berpendapat bahwa dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya, dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya menumbuhkan ketekunan, tetapi juga bakat. Berhasilnya suatu keahlian dalam satu bidang ilmu atau disiplin memerlukan pengajaran.
Dalam Al Qur`an sendiri manusia terdiri dari materi (jasad) dan immateri (ruh, jiwa, akal, qalb). Jika dihubungkan dengan pendidikan, maka manusia yang diberi pendidikan itu adalah jiwa dan akalnya. Pendidikan pada manusia adalah suatu proses pengembangan potensi jiwa dan akal yang tumbuh secara wajar dan seimbang, dalam masyarakat yang berkebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Team. 1993. Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum Proses Belajar Mengajar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sardiman, A. M. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudiana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Amin, Husyain Ahmad. Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1995
Madjidi, Busyairi, H. Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim. Yogyakarta: Al Amin Press. 1997
Nata, Abudin, H. Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997
Nizar, Syamsul, H. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis) Jakarta: Ciputat Pers. 2002