Selasa, 02 Juli 2013

KURIKULUM SD

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Berkembangnya iklim demokrasi mendorong diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2003 tentang otonomi daerah. Otonomi daerah diikuti dengan diberlakukannya otonomi pendidikan, yang memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menentukan kebijakan-kebijakan operasional penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masing-masing. Dalam kondisi seperti itu, persoalan kurikulum tidak semata urusan sekolah (kepala sekolah dan guru), melainkan pula menjadi urusan banyak pihak lainnya seperti orang tua murid dan masyarakat. Artinya, pengembangan sebuah kurikulum sekolah melibatkan pelbagai pihak dengan perannya masing-masing.
Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan menjadikan sekolah lebih berinsiatif dan bertanggung jawab dalam merancang dan melaksanakan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi. Karena KTSP dikembang-kan oleh sekolah dengan guru sebagai salah satu elemen pengembangnya, maka dari itu perlu adanya wawasan dan keterampilan yang cukup dalam mengembangkan kurikulum di sekolah. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi untuk mempelajari dan mengetahui peran pengembang kurikulum sekolah, strategi pengembangan kurikulum sekolah dan apasaja langkah-langkah  dalam pengembangan kurikulum sekolah.
1.2  Rumusan Masalah
Berpedoman pada latar belakang di atas dapat dicapai rumusan masalah yaitu:
1.      Apa peran pengembang kurikulum sekolah?
2.      Bagaimana strategi pengembangan kurikulum sekolah?
3.      Bagaimana langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum sekolah?
1.3  Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan yaitu :
1.      Untuk mengetahui apa saja peran pengembang kurikulum sekolah.
2.      Untuk mengetahui strategi pengembangan kurikulum sekolah.
3.      Untuk mengetahui langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peran Pengembang Kurikulum Sekolah
Otonomi pendidikan memberikan peluang kepada pihak-pihak yang terkait dengan dunia persekolahan untuk dapat berinteraksi dan berkontribusi secara lebih intensif. Interaksi intensif ini menjadi sangat wajar karena keberadaan sekolah memang tidak dapat dilepaskan dari dunia luar (masyarakat). Masyarakat adalah pengguna jasa pendidikan. Mereka memiliki dan menaruh harapan padasekolah untuk dapat memberikan bekal pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Karenanya, sangatlah wajar apabila mereka disertakan dan turut terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. Namun demikian, keterlibatan masyarakat tentu harus diatur sehingga keterlibatan mereka dapat memberikan dampak positif bagi perbaikan dan peningkatan mutu sekolah.
Dari konsepsi tersebut maka keberadaan dan keterlibatan semua pihak dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk kepala sekolah, guru, dan masyarakat, harus mengikuti ketentuan yang berlaku. Di dalam kelas, kurikulum adalah benda hidup yang dinamis. Guru harus menerjemahkan kurikulum itu dalam bentuk interaksi hidup antara guru dan siswa. Untuk melaksanakan kurikulum itu dan juga dalam usaha untuk mengubahnya agar sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak dalam masyarakat tertentu diperlukan peserta lain. Mereka adalah pelbagai unsur yang setiap hari terlibat dalam kurikulum yakni guru, murid, kepala sekolah dan pengawas sekolah dari Dinas Pendidikan.
Pendelegasian wewenang pengembangan kurikulum kepada sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan. Melalui otonomi, pihak sekolah dipacu untuk dapat memberdayakan semua sumber daya yang ada secara optimal, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, sumberdana, dan sumber belajar. Dengan demikian, sekolah diharapkan dapat memiliki kemandirian dalam mengelola pendidikan untuk dapat mencapai tujuan pendidikannya sescara efisien.
Pengembang kurikulum sekolah dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok intern (dari dalam) sekolah dan kelompok ekster (dari luar) sekolah. Kontribusi dari pihak luar biasanya bersifat umum. Sekolahlah yang harus menerjemahkannya dalam kegiatan yang lebih spesifik dan operasional.
2.1.1 Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen sekolah. Padanyalah kebijakan dan keputusan mengenai berbagai hal. Secara umum, perandan fungsi kepala sekolah adalah sebagai berikut.
Pertama, peran sebagai sebagai manajer. Kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen sekolah. Kepala sekolah mengkoordinasikan kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan segenap usaha pencapaian tujuan pendidikan.
Kedua, peran sebagai inovator. Sebagai tokoh penting di sekolah, kepalasekolah harus mampu melahirkan ide-ide baru yang kreatif. Pengembangan kurikulum sering kali bermula dari gagasan kepala sekolah. Ketiga, peran sebagai fasilitator. Dalam pengembangan kurikulum, pelaksana teknis pengembangan biasanya tidak langsung oleh kepala sekolah, melainkan oleh tim khusus yang ditunjuk. Namun demikian, kepala sekolah terus melakukan komunikasi dengan tim itu dan memfasilitasinya untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul.
2.1.2 Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum Sekolah
Guru merupakan tokoh sentral dalam penyelenggaraan layanan pendidikan sekolah. Gurulah pemeran utama aktivitas sekolah (pendidikan dan pembelajaran). Karena itu, tugas guru merupakan profesi yang menuntut keahlian. Dengan demikian, apa yang dihadapi dan menjadi tugas profesi guru adalah menyangkut hal yang bersifat dinamis. Karena tugas guru sehari-hari terkait dengan pelaksanaan kurikulum disekolah, maka peran guru dalam pengembangan kurikulum sekolah di antaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, guru sebagai pemberi pertimbangan. Dalam konteks ini guru adalah pemberi pertimbangan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Sebagai seorang yang profesional, guru memiliki keahlian di bidangnya, termasuk dalam hal kurikulum atau pendidikan. Oleh karenanya, dalam rangka pengembangan kurikulum, guru perlu memiliki gagasan/ide kreatif untuk mewujudkan harapan-harapan dari pelbagai pihak yang berkepentingan dengan sekolah.
Kedua, guru sebagai pelaksana pengembangan kurikulum sekolah. Konsepini dapat ditarik kedalam dua konteks. Kesatu, guru sebagai pelaksana prosespengem-bangan kurikulum sekolah terlibat sebagai tim yang ditunjuk untuk “membuat” kurikulum sekolah. Selanjutnya, guru sebagai pelaksana kurikulum yang dikembangkan sekolah. Pada umumnya guru akan dapat menilai secara bersifat kritis apakah hasilpengembangan itu terlalu teoretis, apakah dapat diterapkan dalam kelaspembelajaran, atau apakah cara lama lebih praktis dan bermanfaat daripada cara
baru yang terlampau banyak menyita waktu dan tenaga. Jika guru menyaksikanpelaksanaan kurikulum itu, bahkan mengalaminya sendiri, maka ia akan lebihmudah menerima pelbagai masukan.
Profesionalisme guru akan dapat berkembang, apabila ia membiasakan diriuntuk: (1) berunding dan bertukar pikiran dengan siswa,dan terbuka terhadappendapat mereka, (2) belajar terus dengan membaca literatur yang terkait denganprofesinya, (3) bertukar pikiran dan pengalaman dengan teman guru-guru lainnyaatau dengan kepala sekolah. Sikap keterbukaan ini memungkinkannya belajar dari murid, dari buku, dan dari orang lain.
2.1.3 Peran Komite Sekolah dalam Pengembangan Kurikulum Sekolah
Keberadaan komite sekolah kian bergulir dengan diberlakukannya otonomi sekolah. Keberadaan komite sekolah (dan dewan pendidikan) secara legalformal tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002.Dalam keputusan menteri ini, komite sekolah dimaksudkan sebagai sebuah badanmandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik padapendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luarsekolah.
Komite sekolah memiliki peran sebagai berikut.
1.      Advisory agency, yaitu pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan sekolah;
2.      Suporting agency, yaitu pendukung, baik yang berwujud finansial, pemikiran,maupun tenaga, dalam penyelenggaraan pendidikan sekolah;
3.      Controlling agency, yaitu pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitaspenyelenggaraan dan keluaran pendidikan sekolah; serta
4.      Mediate agency, yaitu mediator antara pemerintah dan masyarakat.
2.1.4 Peran Siswa dalam Pengembangan Kurikulum
Pada umumnya siswa kurang dipertimbangan dalam pengembangan kurikulum, karena memang mereka belum mempunyai kompetensi dalam bidang itu. Namun pada tingkat kegiatan kelas, bila guru bertanya, bagaimana pendapatnya tentang pelajaran, apa yang ingin dipelajarinya tentang suatu topik, atau bila guru mengajak siswa turut-serta dalam perencanaan suatu kegiatan belajar, pada pokoknya mereka sudah dilibatkan dalam kurikulum. Di sekolah progresif kepada murid diberikan peranan yang lebih besar lagi tentang apa yang mereka harapkan dari pelajaran. Partisipasi murid sama sekali tidak berarti bahwa keinginan mereka harus selalu dituruti akan tetapi pandangan mereka dapat dimanfaatkan, sekalipun keputusan berada di tangan guru. Memaksakan kurikulum yang tidak mereka sukai, yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan mereka, akan menimbulkan rasa benci bahkan protes, sekalipun tersembunyi, terhadap pelajaran dan sekolah yang mereka nyatakan dalam perbuatan yang tidak diinginkan.
2.2 Strategi Pengembangan
Pengembangan kurikulum bukanlah sebuah tindakan mekanistik. Tidak serta-merta setiap guru dapat mengembangkan kurikulum. Kegiatan itu memerlukan strategi yang memungkinkan kurikulum dapat dikembangkan sehingga membuahkan hasil yang baik. Dalam strategi pengembangan kurikulum terdapat prinsip pengembangan kurikulum yaitu asas yang dijadikan pokok/dasar berpikir dan bertindak dalam mengembangkan sebuah kurikulum. Dari prinsip pengembangan kurikulum, maka untuk menetapkan starategi pengembangan kurikulum dalam proses mengubah atau mengembangkan kurikulum mencakup hal-hal sebagai berikut.
2.2.1  Mengubah Sistem Pendidikan
Mengubah seluruh sistem pendidikan hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, yakni Depdiknas, yang mempunyai wewenang penuh untuk mengadakanperubahan kurikulum secara total. Di samping itu, pemerintah pusat pun memiliki sumber daya personalia yang profesional dan sumber daya lainnya untuk merencanakan perubahan kurikulum itu sebaik-baiknya.
Perubahan ini menyeluruh dan dijalankan secara seragam di seluruh negara. Usaha besar-besaran ini hanya dapat dikordinasikan oleh pemerintah pusat dengan menjelaskan kebijaksanaan, petunjuk pelaksanaan, dan buku pedoman. Strategi ini sangat ekonomis dari segi waktu maupun tenaga bila perubahan kurikulum itudilakukan secara seragam dan menyeluruh.
2.2.2 Mengubah Kurikulum Tingkat Lokal
Kurikulum yang nyata, dan riil, hanya terdapat di tempat guru dan murid berada, yakni di sekolah atau dalam kelas. Di sinilah masalah kurikulum yang sesungguhnya berada. Dalam kelas kurikulum menjadi hidup, bukan hanya secarik kertas. Dalam menghadapi anak dengan segala macam karakteristiknya, setiap guruakan menghadapi masalah yang tidak selalu dapat diperkirakan sebelumnya. Guru harus mengadakan penyesuaian. Oleh karena itu, betapa pun ketat dan rincinya sebuah kurikulum, guru selalu mendapat kesernpatan untuk mencobakan pikiran dan kreativitasnya. Kelaslah yang menjadi garis depan serta basis perubahan danpengembangan kurikulum.
Di bawah pimpinan kepala sekolah dapat diadakan rapat seluruh staf, setiap tingkatan, atau setiap bidang studi. Rapat-rapat mengenai pengembangan kurikulum sebaiknya dilakukan secara kontinu. Pengembangan yang sesungguhnyaakan terjadi bila guru sendiri menyadari kekurangannya, baik karena pemikirannya sendiri, interaksi dengan siswa, maupun diskusi dengan teman guru lainnya. Usaha pengembangan yang dijalankan oleh guru-guru memerlukan kordinasi kepala sekolah.
2.2.3 Memberikan Pendidikan in-service dan Pengembangan Staf
In-service training dianggap lebih formal, dengan rencana yang lebih ketat, dan diselenggarakan atas instruksi pihak atasan. Pengembangan staf lebih baik tidak formal, sehingga lebih bebas dan sesuai dengan kebutuhan guru. Gurudengan menerapkan apa yang sudah diperolehnya dalam pendidikan in-service atau kegiatan pengembangan staf lainnya, misalnya dapat disuruh mengobservasi dan menilai dirinya dalam mengajar dengan melihat rekaman kegiatan mengajar yangia lakukan.
2.2.4 Supervisi
Supervisi adalah memberi pelayanan kepada guru agar dapat melakukan pembelajaran lebih efektif. Bila dirasa perlu, penilik sekolah dapat memberikan demonstrasi bagaimana melaksanakan suatu metode baru. Seorang penilik sekolah harus senantiasa mempelajari perkembangan kurikulum dan metode mengajar modern serta dapat pula menerapkannya.
2.2.5 Reorganisasi Rekolah
Reorganisasi diadakan bila sekolah itu ingin merombak seluruh cara mendidik di sekolah itu dengan menerima cara yang sama sekali baru. Hal ini antara lain dapat terjadi bila sekolah itu akan menerapkan misalnya team teaching, non-grading, metode unit, dan open school, yang memerlukan perubahan pada semua aspek pengajaran, seperti bentuk ruangan, fasilitas, penjadwalan, tugas guru, kegiatan siswa, administrasi, dan sebagainya. Hal serupa ini akan jarang terdapat dinegara kita dewasa ini, kecuali bila diadakan eksperimen dengan metode baru, misalnya pengajaran modul.
2.2.6 Eksperimentasi dan Penelitian
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuka pendidikan terhadap pengaruh dari negara-negara lain di dunia ini. Ciri kemajuan ialah perubahan dan perbaikan. Hasil penelitian pun tidak langsung dapat diterapkan. Diperlukan waktu yang cukup sebelum hasil penelitian itu dapat diterima oleh khalayak luas.Yang lebih mungkin dilaksanakan ialah eksperimentasi, yakni mencoba metode atau bahan baru. Pada dasarnya setiap kurikulum baru harus diujicobakan lebih dahulu sebelum disebarkan ke semua sekolah. Pembaruan kurikulum tanpa ujicoba terlebih dahulu sangatlah beresiko, karena dapat menghamburkan biaya dan tenaga, tanpa jaminan bahwa pembaruan itu akan membawa perbaikan
2.3 Langkah-Langkah dalam Pengembangan Kurikulum Sekolah
Agar usaha pengembangan kurikulum di sekolah dapat berhasil baik, maka perlu diperhatikan langkah-langkah pengembangan kurikulum di sekolah. Langkah-langkah tersebut mencakup melakukan penilaian umum tentang sekolah, seperti: dalam hal apa sekolah itu lebih baik atau lebih rendah mutunya daripada sekolah lain; kesenjangan apa yang terjadi antara kenyataan dengan apa yang diharapkan berbagai pihak; serta sumber-sumber apa yang tersedia atau tidak tersedia. Langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum sekolah yaitu:
1.      Selidiki berbagai kebutuhan sekolah, antara lain kebutuhan siswa, kebutuhanguru, dan kebutuhan akan perubahan dan perbaikan.
2.      Mengidentifikasi masalah serta merumuskannya, yang timbul berdasarkan studi tentang berbagai kebutuhan yang tersebut, lalu memilih salah satu yang dianggap paling mendesak diatasi.
3.      Mengajukan saran perbaikan, yang dapat didiskusikan bersama, apakah sesuai dengan tuntutan kurikuium yang berlaku, menilai maknanya bagi pengembangan sekolah, dan menjelaskan makna serta implikasinya.
4.      Menyiapkan desain perencanaan yang mencakup tujuan, cara mengevaluasi, menentukan bahan pelajaran, metode penyampaian, percobaan, penilaian, balikan, perbaikan, pelaksanaan, dan seterusnya.
5.      Memilih anggota panitia, sedapat mungkin sesuai dengan kompetensi masing-masing.
6.      Mengawasi pekerjaan panitia., biasanya oleh kepala sekolah. '
7.      Melaksanakan hasil kerja panitia oleh guru dalam kelas. Karena pekerjaan initidak mudah, kepala sekolah hendaknya senantiasa menunjukkan penghargaannya terhadap pekerjaan semua pihak yang terlibat dalam usaha pengembangan kurikulum.
8.      Menerapkan cara-cara evaluasi, apakah yang direncanakan itu dapat direalisasikan, karena apa yang indah di atas kertas belum tentu dapat diwujudkan.
9.      Memantapkan perbaikan, bila ternyata usaha itu berhasil baik dan dijadikan pedoman selanjutnya.
Ketidakberhasilan pengembangan kurikulum akan menimbulkan kekecewaan dan keengganan untuk mengadakan pengembangan dimasa mendatang. Perlu pula memilih orang-orang yang benar-benar memiliki motivasi untuk mengadakan pengembangan dan mempunyai kompetensi yang memadai. Perlu pula ditentukan batas waktu perencanaan dan pelaksanaan proyekini. Pengembangan kurikulum memerlukan waktu lama sebelum membudaya, kadang-kadang dua sampai lima tahun, bergantung pada luas pengembangan yang akan diadakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Banyak pihak yang terlibat dalam pengembangan kurikulum. Diantaranya ialah kepala sekolah, guru, komite sekolah dan siswa. Sebagai manajer, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen sekolah. Dalam konteks ini, kepala sekolah terlibat dalam tugas-tugas merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan segenap usaha pencapaian tujuan pendidikan.
Dalam pengembangan kurikulum sekolah, guru memiliki peran sebagai pemberi pertimbangan. Sebagai seorang profesional, guru memiliki keahlian di bidangnya, termasuk urusan kurikulum atau secara lebihluas mengenai pendidikan. Sebagai pelaksana proses pengembangan, guru dapat terlibat sebagai tim pengembang kurikulum sekolah.
Komite sekolah adalah sebuah badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, danefisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik padapendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalurpendidikan luar sekolah. Peran komite sekolah adalah sebagai advisory agency, supporting agency, controlling agency, dan mediateagency.
Strategi pengembangan kurikulum antara lain: (1) mengubah sistem pendidikan, (2) mengubah kurikulum tingkat lokal, (3) memberikan pendidikan in-service dan pengembangan staf, (3) supervisi, reorganisasi sekolah, (4) eksperimentasi dan penelitian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar