BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Berkembangnya iklim demokrasi mendorong
diberlakukannya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2003 tentang otonomi daerah.
Otonomi daerah diikuti
dengan diberlakukannya otonomi pendidikan, yang
memberikan keleluasaan
kepada daerah untuk menentukan kebijakan-kebijakan
operasional penyelenggaraan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya
masing-masing.
Dalam kondisi seperti itu,
persoalan kurikulum tidak semata urusan sekolah
(kepala sekolah dan guru),
melainkan pula menjadi urusan banyak pihak lainnya
seperti orang tua murid dan
masyarakat. Artinya, pengembangan sebuah kurikulum
sekolah melibatkan pelbagai
pihak dengan perannya masing-masing.
Pemberlakuan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan menjadikan sekolah
lebih berinsiatif dan bertanggung jawab dalam merancang
dan melaksanakan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi. Karena
KTSP dikembang-kan
oleh sekolah dengan guru sebagai salah satu elemen
pengembangnya, maka dari itu perlu adanya wawasan dan keterampilan yang cukup
dalam mengembangkan kurikulum
di sekolah.
Hal tersebutlah yang melatarbelakangi untuk mempelajari dan mengetahui peran pengembang kurikulum sekolah, strategi pengembangan kurikulum sekolah
dan apasaja langkah-langkah dalam
pengembangan kurikulum sekolah.
1.2 Rumusan Masalah
Berpedoman
pada latar belakang di atas dapat dicapai rumusan masalah yaitu:
1.
Apa peran pengembang
kurikulum sekolah?
2.
Bagaimana strategi
pengembangan kurikulum sekolah?
3.
Bagaimana langkah-langkah
dalam pengembangan kurikulum sekolah?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan
yaitu :
1.
Untuk mengetahui apa saja
peran pengembang kurikulum sekolah.
2.
Untuk mengetahui strategi
pengembangan kurikulum sekolah.
3. Untuk
mengetahui langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peran Pengembang Kurikulum Sekolah
Otonomi pendidikan memberikan peluang kepada pihak-pihak
yang terkait
dengan dunia persekolahan untuk dapat berinteraksi dan berkontribusi
secara lebih intensif. Interaksi intensif ini menjadi
sangat wajar karena keberadaan sekolah memang tidak dapat dilepaskan dari dunia luar
(masyarakat). Masyarakat adalah pengguna jasa pendidikan. Mereka memiliki dan menaruh
harapan padasekolah untuk dapat memberikan bekal pendidikan terbaik bagi
anak-anaknya. Karenanya, sangatlah wajar apabila mereka disertakan dan turut terlibat
dalam penyelenggaraan
pendidikan. Namun demikian, keterlibatan masyarakat tentu harus
diatur sehingga keterlibatan mereka dapat memberikan
dampak positif bagi perbaikan dan peningkatan mutu sekolah.
Dari
konsepsi tersebut maka
keberadaan dan keterlibatan semua pihak dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk kepala
sekolah, guru, dan masyarakat, harus mengikuti ketentuan yang berlaku. Di
dalam kelas, kurikulum adalah benda hidup yang dinamis. Guru harus menerjemahkan
kurikulum itu dalam bentuk interaksi hidup antara guru dan siswa. Untuk melaksanakan kurikulum
itu dan juga dalam usaha untuk mengubahnya agar sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan anak dalam masyarakat tertentu diperlukan peserta lain. Mereka adalah pelbagai
unsur yang
setiap hari terlibat dalam kurikulum yakni guru, murid, kepala sekolah dan
pengawas sekolah dari Dinas Pendidikan.
Pendelegasian wewenang pengembangan kurikulum kepada
sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan. Melalui otonomi, pihak sekolah dipacu untuk dapat
memberdayakan semua sumber daya yang ada secara optimal, baik sumber daya alam,
sumber daya manusia, sumberdana, dan sumber belajar. Dengan demikian, sekolah
diharapkan dapat memiliki kemandirian dalam mengelola pendidikan untuk dapat
mencapai tujuan pendidikannya sescara efisien.
Pengembang kurikulum sekolah dapat dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu kelompok intern (dari dalam) sekolah dan kelompok ekster (dari
luar) sekolah. Kontribusi dari pihak luar biasanya bersifat umum. Sekolahlah
yang harus
menerjemahkannya dalam kegiatan yang lebih spesifik dan operasional.
2.1.1
Peran Kepala
Sekolah
Kepala sekolah merupakan tokoh kunci dalam manajemen
sekolah. Padanyalah kebijakan dan keputusan mengenai berbagai hal. Secara umum,
perandan fungsi kepala sekolah adalah sebagai berikut.
Pertama, peran sebagai sebagai
manajer.
Kepala sekolah bertanggung
jawab atas manajemen sekolah.
Kepala sekolah mengkoordinasikan
kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan
mengendalikan segenap usaha pencapaian tujuan pendidikan.
Kedua, peran sebagai inovator. Sebagai tokoh penting di sekolah, kepalasekolah harus
mampu melahirkan ide-ide baru yang kreatif. Pengembangan
kurikulum sering kali bermula dari gagasan kepala
sekolah. Ketiga, peran
sebagai fasilitator. Dalam
pengembangan kurikulum, pelaksana teknis pengembangan biasanya tidak langsung
oleh kepala sekolah, melainkan oleh tim khusus yang ditunjuk. Namun demikian,
kepala sekolah terus melakukan komunikasi dengan tim itu dan memfasilitasinya
untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul.
2.1.2
Peran Guru dalam
Pengembangan Kurikulum Sekolah
Guru merupakan tokoh sentral dalam penyelenggaraan layanan
pendidikan sekolah. Gurulah pemeran utama aktivitas
sekolah (pendidikan dan pembelajaran). Karena itu, tugas guru merupakan profesi yang menuntut keahlian.
Dengan demikian, apa yang dihadapi dan menjadi tugas
profesi guru adalah menyangkut hal yang bersifat dinamis. Karena
tugas guru sehari-hari terkait dengan pelaksanaan kurikulum disekolah, maka
peran guru dalam pengembangan kurikulum sekolah di antaranya
adalah sebagai berikut.
Pertama, guru sebagai pemberi
pertimbangan.
Dalam konteks ini guru adalah pemberi pertimbangan dalam pengembangan
kurikulum sekolah. Sebagai seorang yang profesional, guru memiliki keahlian
di bidangnya, termasuk dalam hal kurikulum atau pendidikan. Oleh karenanya,
dalam rangka pengembangan kurikulum, guru perlu memiliki gagasan/ide kreatif untuk
mewujudkan harapan-harapan dari pelbagai pihak yang berkepentingan dengan sekolah.
Kedua, guru sebagai pelaksana
pengembangan kurikulum sekolah.
Konsepini dapat ditarik kedalam dua konteks. Kesatu, guru sebagai
pelaksana prosespengem-bangan kurikulum sekolah terlibat sebagai tim yang
ditunjuk untuk “membuat” kurikulum sekolah. Selanjutnya, guru sebagai pelaksana
kurikulum yang dikembangkan sekolah. Pada umumnya guru akan dapat menilai
secara bersifat kritis apakah hasilpengembangan itu terlalu teoretis, apakah
dapat diterapkan dalam kelaspembelajaran, atau apakah cara lama lebih praktis
dan bermanfaat daripada cara
baru yang terlampau banyak menyita waktu dan tenaga. Jika
guru menyaksikanpelaksanaan kurikulum itu, bahkan mengalaminya sendiri, maka ia
akan lebihmudah menerima pelbagai masukan.
Profesionalisme guru akan dapat berkembang, apabila ia
membiasakan diriuntuk: (1) berunding dan bertukar pikiran dengan siswa,dan
terbuka terhadappendapat mereka, (2) belajar terus dengan membaca literatur
yang terkait denganprofesinya, (3) bertukar pikiran dan pengalaman dengan teman
guru-guru lainnyaatau dengan kepala sekolah. Sikap keterbukaan ini
memungkinkannya belajar dari murid, dari buku, dan dari orang lain.
2.1.3
Peran Komite
Sekolah dalam Pengembangan Kurikulum Sekolah
Keberadaan komite sekolah kian bergulir dengan
diberlakukannya otonomi sekolah. Keberadaan komite sekolah (dan dewan pendidikan) secara
legalformal tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
044/U/2002.Dalam keputusan menteri ini, komite sekolah dimaksudkan sebagai sebuah
badanmandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan
mutu,pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik
padapendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan
luarsekolah.
Komite sekolah memiliki peran sebagai berikut.
1.
Advisory
agency, yaitu pemberi
pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan sekolah;
2.
Suporting
agency, yaitu pendukung,
baik yang berwujud finansial, pemikiran,maupun tenaga, dalam penyelenggaraan
pendidikan sekolah;
3.
Controlling
agency, yaitu pengontrol
dalam rangka transparansi dan akuntabilitaspenyelenggaraan dan keluaran
pendidikan sekolah; serta
4.
Mediate
agency, yaitu mediator
antara pemerintah dan masyarakat.
2.1.4
Peran Siswa dalam Pengembangan Kurikulum
Pada umumnya siswa kurang
dipertimbangan dalam pengembangan kurikulum, karena memang mereka belum mempunyai kompetensi dalam
bidang itu. Namun pada
tingkat kegiatan kelas, bila guru bertanya, bagaimana
pendapatnya tentang
pelajaran, apa yang ingin dipelajarinya tentang suatu topik,
atau bila guru mengajak
siswa turut-serta dalam perencanaan suatu kegiatan
belajar, pada pokoknya
mereka sudah dilibatkan dalam kurikulum. Di sekolah
progresif kepada murid
diberikan peranan yang lebih besar lagi tentang apa yang
mereka harapkan dari
pelajaran. Partisipasi murid sama sekali tidak berarti
bahwa keinginan mereka harus
selalu dituruti akan tetapi pandangan mereka
dapat dimanfaatkan,
sekalipun keputusan berada di tangan guru. Memaksakan
kurikulum yang tidak mereka
sukai, yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan
mereka, akan menimbulkan
rasa benci bahkan protes, sekalipun tersembunyi,
terhadap pelajaran dan
sekolah yang mereka nyatakan dalam perbuatan yang
tidak diinginkan.
2.2 Strategi Pengembangan
Pengembangan kurikulum bukanlah sebuah tindakan
mekanistik. Tidak serta-merta setiap guru dapat mengembangkan kurikulum.
Kegiatan itu memerlukan strategi yang memungkinkan kurikulum dapat
dikembangkan sehingga membuahkan hasil yang baik.
Dalam strategi pengembangan kurikulum terdapat prinsip
pengembangan kurikulum yaitu asas yang dijadikan pokok/dasar berpikir dan bertindak dalam
mengembangkan sebuah kurikulum. Dari prinsip pengembangan kurikulum, maka untuk menetapkan starategi pengembangan kurikulum
dalam proses mengubah atau mengembangkan kurikulum mencakup hal-hal sebagai berikut.
2.2.1
Mengubah Sistem Pendidikan
Mengubah seluruh sistem pendidikan hanya dapat dilakukan
oleh pemerintah pusat, yakni Depdiknas, yang mempunyai wewenang penuh untuk
mengadakanperubahan kurikulum secara total. Di samping itu, pemerintah pusat
pun memiliki sumber daya personalia yang profesional dan sumber daya lainnya untuk
merencanakan perubahan kurikulum itu sebaik-baiknya.
Perubahan ini menyeluruh dan dijalankan secara seragam di
seluruh negara. Usaha besar-besaran ini hanya dapat dikordinasikan oleh pemerintah pusat
dengan menjelaskan
kebijaksanaan, petunjuk pelaksanaan, dan buku pedoman. Strategi ini
sangat ekonomis dari segi waktu maupun tenaga bila
perubahan kurikulum itudilakukan secara seragam dan menyeluruh.
2.2.2 Mengubah Kurikulum Tingkat Lokal
Kurikulum yang nyata, dan riil, hanya terdapat di tempat guru dan murid
berada, yakni di sekolah atau dalam kelas. Di sinilah
masalah kurikulum yang sesungguhnya berada. Dalam kelas kurikulum menjadi hidup,
bukan hanya secarik kertas. Dalam menghadapi anak dengan segala macam
karakteristiknya, setiap guruakan menghadapi masalah yang tidak selalu dapat
diperkirakan sebelumnya. Guru harus mengadakan penyesuaian. Oleh karena itu, betapa pun
ketat dan rincinya sebuah kurikulum, guru selalu mendapat kesernpatan untuk
mencobakan pikiran dan kreativitasnya. Kelaslah yang menjadi garis depan
serta basis perubahan danpengembangan kurikulum.
Di bawah pimpinan kepala sekolah dapat diadakan rapat
seluruh staf, setiap tingkatan, atau setiap bidang studi. Rapat-rapat mengenai
pengembangan kurikulum sebaiknya dilakukan secara kontinu. Pengembangan yang
sesungguhnyaakan terjadi bila guru sendiri menyadari kekurangannya, baik karena
pemikirannya sendiri, interaksi dengan siswa, maupun diskusi dengan teman guru lainnya.
Usaha pengembangan
yang dijalankan oleh guru-guru memerlukan kordinasi kepala
sekolah.
2.2.3 Memberikan Pendidikan in-service dan Pengembangan Staf
In-service training dianggap lebih formal, dengan rencana yang lebih
ketat, dan diselenggarakan atas instruksi pihak atasan.
Pengembangan staf lebih baik tidak formal, sehingga lebih bebas dan sesuai dengan
kebutuhan guru. Gurudengan menerapkan apa yang sudah diperolehnya dalam
pendidikan in-service atau kegiatan pengembangan staf lainnya, misalnya dapat
disuruh mengobservasi dan menilai dirinya dalam mengajar dengan melihat rekaman
kegiatan mengajar yangia lakukan.
2.2.4 Supervisi
Supervisi adalah memberi
pelayanan kepada guru agar dapat melakukan pembelajaran
lebih efektif. Bila dirasa perlu, penilik sekolah dapat memberikan
demonstrasi bagaimana melaksanakan suatu metode baru. Seorang penilik sekolah
harus senantiasa mempelajari perkembangan kurikulum dan metode mengajar modern serta dapat
pula menerapkannya.
2.2.5 Reorganisasi Rekolah
Reorganisasi diadakan bila sekolah itu ingin merombak
seluruh cara mendidik di sekolah itu dengan menerima cara yang sama sekali baru. Hal ini
antara lain dapat terjadi bila sekolah itu akan
menerapkan misalnya team teaching, non-grading, metode unit, dan open school, yang memerlukan perubahan pada
semua aspek pengajaran, seperti bentuk ruangan,
fasilitas, penjadwalan, tugas guru, kegiatan siswa, administrasi, dan sebagainya. Hal serupa
ini akan jarang terdapat dinegara kita dewasa ini, kecuali bila diadakan
eksperimen dengan metode baru, misalnya pengajaran modul.
2.2.6 Eksperimentasi dan Penelitian
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuka
pendidikan terhadap pengaruh dari negara-negara lain di dunia ini. Ciri kemajuan ialah
perubahan dan perbaikan. Hasil penelitian pun tidak langsung dapat diterapkan.
Diperlukan waktu yang cukup sebelum hasil penelitian itu dapat
diterima oleh khalayak luas.Yang lebih mungkin dilaksanakan ialah
eksperimentasi, yakni mencoba metode atau bahan baru. Pada dasarnya setiap
kurikulum baru harus diujicobakan lebih dahulu sebelum disebarkan ke semua sekolah.
Pembaruan kurikulum tanpa ujicoba terlebih dahulu sangatlah beresiko, karena
dapat menghamburkan biaya dan tenaga, tanpa jaminan bahwa pembaruan itu akan
membawa perbaikan
2.3
Langkah-Langkah
dalam Pengembangan Kurikulum Sekolah
Agar usaha pengembangan kurikulum di sekolah dapat
berhasil baik, maka perlu diperhatikan langkah-langkah pengembangan kurikulum di sekolah.
Langkah-langkah tersebut mencakup melakukan penilaian umum tentang sekolah,
seperti: dalam hal apa sekolah itu lebih baik atau lebih
rendah mutunya daripada sekolah lain; kesenjangan apa yang terjadi antara
kenyataan dengan apa yang diharapkan berbagai pihak; serta sumber-sumber apa yang
tersedia atau tidak tersedia. Langkah-langkah dalam
pengembangan kurikulum sekolah yaitu:
1. Selidiki berbagai kebutuhan sekolah, antara lain
kebutuhan siswa, kebutuhanguru, dan kebutuhan akan perubahan dan perbaikan.
2.
Mengidentifikasi
masalah serta merumuskannya, yang timbul berdasarkan
studi tentang berbagai kebutuhan yang tersebut, lalu
memilih salah satu yang dianggap paling mendesak diatasi.
3.
Mengajukan
saran perbaikan, yang dapat didiskusikan bersama, apakah sesuai
dengan tuntutan kurikuium yang berlaku, menilai maknanya
bagi pengembangan
sekolah, dan menjelaskan makna serta implikasinya.
4.
Menyiapkan
desain perencanaan yang mencakup tujuan, cara mengevaluasi,
menentukan bahan pelajaran, metode penyampaian,
percobaan, penilaian, balikan, perbaikan, pelaksanaan, dan seterusnya.
5.
Memilih
anggota panitia, sedapat mungkin sesuai dengan kompetensi masing-masing.
6.
Mengawasi
pekerjaan panitia., biasanya oleh kepala sekolah. '
7.
Melaksanakan
hasil kerja panitia oleh guru dalam kelas. Karena pekerjaan initidak mudah,
kepala sekolah hendaknya senantiasa menunjukkan penghargaannya
terhadap pekerjaan semua pihak yang terlibat dalam usaha
pengembangan kurikulum.
8.
Menerapkan
cara-cara evaluasi, apakah yang direncanakan itu dapat direalisasikan,
karena apa yang indah di atas kertas belum tentu dapat
diwujudkan.
9.
Memantapkan
perbaikan, bila ternyata usaha itu berhasil baik dan dijadikan
pedoman selanjutnya.
Ketidakberhasilan pengembangan kurikulum akan menimbulkan kekecewaan dan keengganan untuk mengadakan
pengembangan dimasa mendatang. Perlu pula memilih orang-orang yang benar-benar
memiliki motivasi untuk mengadakan pengembangan dan mempunyai kompetensi yang
memadai. Perlu pula ditentukan batas waktu perencanaan
dan pelaksanaan proyekini. Pengembangan kurikulum memerlukan waktu lama sebelum
membudaya, kadang-kadang dua sampai lima tahun, bergantung pada luas pengembangan yang akan
diadakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Banyak pihak yang terlibat
dalam pengembangan kurikulum. Diantaranya ialah kepala sekolah, guru, komite
sekolah dan siswa. Sebagai manajer, kepala
sekolah bertanggung jawab atas manajemen sekolah. Dalam konteks ini, kepala sekolah terlibat dalam tugas-tugas merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan,
memimpin, dan mengendalikan segenap usaha
pencapaian tujuan pendidikan.
Dalam pengembangan kurikulum
sekolah, guru memiliki peran sebagai pemberi pertimbangan. Sebagai seorang profesional, guru memiliki keahlian di bidangnya, termasuk urusan kurikulum
atau secara lebihluas mengenai pendidikan. Sebagai pelaksana proses
pengembangan, guru dapat terlibat sebagai
tim pengembang kurikulum sekolah.
Komite sekolah adalah sebuah
badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan
mutu, pemerataan, danefisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik
padapendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalurpendidikan
luar sekolah. Peran komite sekolah adalah sebagai advisory
agency, supporting agency, controlling agency, dan mediateagency.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar